Minggu, 27 April 2014


Uji Coba Penanaman Atraktor Cumi-cumi di Perairan Pulau Pute Angin Kabupaten Barru .

Muhammad Aras,S.Pi 1)  Hasmawati,S.Pi 2)
Abstrak
Cumi-cumi merupakan potensi sumber daya hayati laut Indonesia yang di ekspor keberbagai  mancanegara, namun produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi permintaan pasar. Ini disebabkan produksi cumi-cumi  hanya  mengandalkan hasil tangkapan nelayan dari laut. Sedangkan nelayan sangat tergantung kepada musim, selain itu keberadaan cumi-cumi  sangat tergantung dari kondisi ekosistem terumbu karang yang  merupakan tempat untuk bertelur dan mencari makanan. Sayangnya kondisi terumbu karang di perairan Indonesia khusus Sulawesi Selatan saat ini sangat memprihatinkan.
Atraktor cumi-cumi adalah salah satu jenis rumpon yang dapat dikembangkan untuk memperkaya sumberdaya cumi-cumi di suatu kawasan perairan.  Hal ini dikarenakan   fungsi dari atraktor cumi-cumi tersebut  sebagai tempat cumi-cumi melepaskan telurnya, lalu telur-telur tersebut menempel pada atraktor sampai akhirnya menetas.  Konstruksi Atraktor cumi-cumi berbentuk persegi panjang yang menyerupai kelopak bunga yang sedang mekar. Peletakkan/penanaman di perairan dengan kedalaman 3 – 7 meter. Metode pengambilan data dilakukan dengan observasi dengan eksprimental fishing.  Dari hasil analisa data  menunjukkan bahwa cumi-cumi menempelkan telur- telurnya pada minggu ke empat dan minggu ke delapan pada kedalaman 5 meter dan 7 meter.  Ini menunjukkan bahwa untuk pemasangan atraktor cumi-cumi di perairan P.Pute Angin Kab.Barru pada kedalaman antara 5 - 7 meter.
Keywords : Telur Cumi-cumi, Atraktor, 5 - 7 meter
Expriment of Instalalling Squit Atractor
In ”Pute Angin Island” Waters Barru

Abstrac
Squit is a potential biological resource Of Indonesia ocean which is exported to the other contries, however domestic production can not fulfill the market demand. It is a result of limited  squid production which only  depends on the fisherman have captured, while they olso depend on season condition. Besides it’s existence depends on  ecosystem of  “the terumbu karang” wichc becames place for squit to reed and seek  for food. Unfurtunately,  now a days in Indonesia waters area the condition of  “terumbu Karang” is really uncared  especially in South Sulawesi.
Squid atractor is a cluster that can  be expanded for enriching the squid resource in waters area. It is caused by the function of it as a place to release it is eggs. Then the eggs will dings to the atractor till finally the hatch. The attractor  contruction is rentangular like blossom sepal it is placed in the water in  3 – 7 meters depth. The  method of collecting data is  observation with experimental fishing. The data analysis shows that squit dings it’s eggs in the fourth and eigth week in  5  and  7 meters depth. It means that , applying the squit  atractor in Pute Angin Island waters is between 5 – 7 meter  depth

PENDAHULUAN
         Indonesia dikenal dengan hasil lautnya dan merupakan salah satu produsen komoditas perikanan yang memasok produksinya ke mancanegara. Salah satu komoditas perikanan bernilai ekonomis tinggi yang juga merupakan produk ekspor andalan negara kita adalah cumi-cumi. Data Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) ekspor biota laut dengan nama latin Lepiotenhis lessoniana ini pada tahun 2001 mencapai 13 ribu ton lebih dengan nilai US$ 22 ribu. Skala ekspor tersebut kian meningkat pada 2005 yaitu menjadi 25 ribu ton lebih atau senilai US$ 42 ribu. Tapi skala ekspor tersebut masih jauh di bawah kebutuhan cumi-cumi dunia. Amerika misalnya, pada 2005 membutuhkan tak kurang dari 640 ribu ton. Pada saat yang sama Jepang membutuhkan 580 ribu ton. Sementara produksi dalam negerinya hanya mampu menghasilkan sekitar 200 ribu ton saja. Sekedar informasi, harga cumi-cumi di Negara Matahari Terbit ini kini mencapai US$ 2,5 perkg. Data statistik perikanan dan kelautan 2007, nilai ekspor hasil perikanan Indonesia  dari tahun 2002 – 2007 mengalami peningkatan rata rata sebesar  7,56 % pertahun dan pada tahun 2006 – 2007 sebesar 7,39 % .
         Meski hasil ekspor cumi-cumi memperlihatkan tren yang terus membaik setiap tahunnya, bukan berarti selama ini tidak ada kendala yang dihadapi oleh para nelayan dalam berburu cumi-cumi. Hampir seluruh hasil ekspor cumi-cumi Indonesia saat ini masih mengandalkan hasil tangkap dari laut. Artinya pasokan nelayan sangat tergantung dari musim. Seperti misalnya di selat Alas (selat yang menghubungkan antara pulau Lombok dan sumbawa) Pada Tahun 1974-1993, produksi cumi-cumi mencapai 15% dari produksi nasional, tapi kini sudah berkurang. Musim panen cumi-cumi bagi nelayan di sana hanya berlangsung selama Oktober sampai Maret dengan puncak musim terjadi pada November. Selama musim itu, tiap bulannya mereka bisa menangkap sekitar 104 ton. Di luar periode tersebut bisa dibilang musim paceklik.
Selain itu, keberadaan cumi-cumi ini sangat tergantung dari kondisi ekosistem terumbu karang. Terumbu karang bagi cumi-cumi merupakan tempat untuk bertelur dan mencari makanan. Sayangnya kondisi terumbu karang di perairan Indonesia khususnya Sulawesi Selatan saat ini sangat memprihatinkan. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Departemen Kelautan dan Perikanan total luas terumbu karang Indonesia mencapai 60 ribu kilometer persegi, sementara yang kondisinya dianggap masih baik kurang dari 6%. Sisanya yang 94 % tentu saja sangat buruk keadaannya. Melihat fenomena ini maka bisa diprediksikan bahwa dalam beberapa tahun lagi populasi cumi-cumi akan mulai berkurang. Hal ini tentu saja  akan mengakibatkan penurunan produksi ekspor cumi-cumi. Sehingga perlu dilakukan penelitian yang berkelanjutan untuk mengatasi hal tersebut.
Pemasangan rumpon  cumi-cumi dalam perairan akan berperan sebagai,  terumbu karang buatan, sehingga dapat membentuk suatu ekosistem baru,  sebagai alat pengumpul cumi-cumi dan sebagai tempat cumi-cumi melepaskan telurnya, sehingga pemasangan atraktor ini pada suatu kawasan perairan akan menciptakan pemandangan bawah air yang unik, yaitu pemandangan hamparan telur cumi-cumi  dan juga dapat menjadi daerah asuhan dan pembesaran, yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi daerah penangkapan yang potensial.  Dengan adanya atraktor cumi-cumi pada suatau perairan dapat menjadi daerah yang menarik untuk dikembangkan sebagai daerah ekowisata pantai, dengan kegiatan penyelaman dan pemancingan serta alih teknologi yang mudah kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan keterampilan masyarakat dalam berpartisipasi pada pengelolaan ekowisata di kawasan pantai dan  pengembangan penelitian selanjutnya bagi para peneliti.
Dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa atraktor cumi-cumi mempunyai tingkat keberhasilan 85%, sehingga sangat cocok untuk dikembangkan.  Dalam penelitian ini,  akan dicobakan memasang atraktor cumi-cumi di perairan Pulau Pute Angin Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.
Tujuan Penelitian
(1)      Mendeskripsikan metode pembuatan  atraktor  cumi-cumi
(2)      Melihat  kedalaman perairan tempat peletakan atraktor yang sesuai untuk penempelan telur cumi-cumi  di Pulau Pute Angin Kabupaten Barru.
(3)      Mengetahui waktu pertama kali penempelan telur cumi-cumi pada atraktor

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian selama, 3 (tiga)  bulan yakni bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2008. Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Pute Angin Kab.Barru Propinsi Sulawesi Selatan pada titik  koordinat 04° 29' 13" Lintang Selatan dan 139° 34' 23" Bujur Timur.

Bahan dan Peralatan Penelitian
Bahan:
Bahan-bahan penelitian yang dipergunakan adalah :
- Tali (PE) diameter 10 mm 1 rol
- Tali (PE) diameter  3 mm, 25 meter
- Webbing besi (no.12) mesh size 10 mm, uk.120x40, 36 lembar
- Plastik tebal berwarna gelap ukuran 120x120cm,  9 lembar 
- Pelampung tanda (bahan Sterofoam),  6 buah
- Pemberat batu ± 5 kg,  9 buah
- Besi cor (no.8),   2 batang
- Jangkar 10 kg,  3 buah
Peralatan:
         Peralatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :
·         Perahu motor 1 unit
·         Camera  bawah air 1 unit
·         Alat scuba diving 1 set
·         Global Positioning System 1 unit
·         Hand Refraktometer 1 unit
·         Seichi Disk 1 unit
·         Meter rol 1 unit
·         Termometer 1 unit
·         Gunting atau pisau besar 1 buah
Prosedur Kerja
         Pembuatan Atraktor
Pembuatan atraktor cumi-cumi membutuhkan waktu 4 - 6 jam untuk satu  buah atraktor. Mula-mula yang harus dibuat adalah bagian kelopak/daun atraktor (rang besi) yang berukuran panjang 120 cm dan lebar 40 cm (Gambar 1). Kemudian kelopak ini dibentuk menyerupai huruf U. Tiap atraktor membutuhkan 4 buah kelopak/daun. Keempat kelopak ini kemudian dirangkai menyerupai bunga (Gambar 2). Agar atraktor kuat terhadap tekanan, atraktor diberi rangka dari besi cor yang berbentuk kubus tepat dibagian pertemuan antara keempat kelopak.  Atraktor yang sudah terbentuk (sudah jadi) diikatkan tali ijuk dan tali sabuk pada masing-masing sisi atraktor, digantung  pada bagian atas atraktor  (Gambar 3)  kemudian dibagian atas ditutup dengan plastik tebal yang berwarna gelap. Sebelum atraktor dioperasi diberi pemberat pada bagian bawah/dasar atraktor untuk menjaga keseimbangan atraktor.
         Pemilihan Lokasi.
          Pemilihan lokasi dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang sesuai untuk pemasangan atraktor. Kedudukan atraktor di  dasar perairan harus stabil walaupun terjadi pergerakan arus yang kuat. Topografi yang sangat cocok untuk pemasangan atraktor adalah topografi yang landai, bersubtrak pasir, jernih dan arus harian tidak terlalu deras (Tallo, 2006).
Mulyono (2008) menjelaskan bahwa pemasangan atraktor diletakkan di dasar perairan sekitar terumbu karang dengan kondisi perairan yang jernih dan arus yang tidak terlalu kuat dengan kedalaman 5 – 7 meter dari permukaan laut. Perairan bagian Selatan Pulau Pute Angin mempunyai tofografi yang agak landai dengan dasar perairan yang berpasir sedikit lumpur, juga keadaan air laut yang cukup jernih sampai kedalaman 3 meter masih nampak dengan jelas dasar perairan dari atas permukaan laut. Keadaan arus harian menurut informasi dari para nelayan pulau Pute Angin tidak terlalu keras, sehingga lokasi ini sangat cocok untuk mengoperasikan atraktor cumi-cumi.  

Kontruksi dan Deskripsi Atraktor

Atraktor  yang ditanam di pulau Pute Angin terbuat dari besi galvanizir nomor  12 (4 mm) yang dibentuk oleh 4 kelopak, masing-masing  kelopak berukuran 120 x 40 cm berupa rang besi (mesh size : 10 cm). Ujung keempat kelopak ini bertemu pada bagian atas dan bagian bawah sehingga menyerupai bunga mekar, jarak atau tinggi bagian atas dan bawah 40 cm, sehingga ukuran atraktor yang terbentuk adalah : 120 x 120 x 40 cm.
   Pada bagian atas atraktor ditutup dengan menggunakan plastik tebal yang berwarna gelap, untuk menyesuaikan penetrasi cahaya dalam atraktor, sedangkan pada bagian bawah atraktor dipasang pemberat agar atraktor tidak terbalik pada saat dipasang. Untuk mempertahankan kedudukan atraktor dan untuk menghindari terbawa  oleh arus, maka  atraktor  dipasangi  jangkar. Pada bagian dalam atraktor (di dalam kelopak) dipasang beberapa tali temali yang bergantungan yang diharapkan sebagai tempat cumi-cumi  meletakkan telurnya.

Peletakan Atraktor dalam Perairan

Atraktor yang di pasang di Pulau Pute Angin, ditanam pada dasar perairan dengan kedalam yang berbeda yaitu 3 m, 5 m dan 7 m. Pada setiap kedalaman tersebut dirangkai 3 buah atraktor dan diberi jangkar.  Kedalaman ini dipilih karena telur cumi-cumi paling banyak ditempelkan pada kedalaman 5 m (Danakusumah et.al, 1995) dan kapsul telur cumi-cumi juga sering ditemukan pada kedalaman 3 meter (Tulak, 1999). 
Perbedaan kedalaman dimaksudkan untuk melihat kedalaman yang mana yang disukai oleh cumi-cumi untuk meletakkan telurnya pada atraktor.  Atraktor diturunkan dengan hati-hati  dengan menggunakan tali, yang pertama diturunkan adalah jangkar dan pelampung tanda kemudian atraktor satu, atraktor dua dan atraktor tiga.  Atraktor-atraktor ini saling terikat satu sama lainnya.
 











        Gbr 5. Pemasangan Atraktor dalam Laut


                        
Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dengan metode observasi menggunakan metode eksperimental fishing.  Data ini diambil dari hasil pengamatan lapangan dengan menggunakan kamera bawah air untuk pengamatan di bawah laut dimana atraktor diletakkan.
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan  data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengukuran parameter kualitas air dan pengamatan langsung dilapangan terhadap keberadaan atraktor cumi-cumi yang terpasang dan pengamatan terhadap lingkungan sekitarnya. Pengamatan dilakukan sekali seminggu selama 12 minggu  untuk  mengetahui waktu pertama kali cumi-cumi mendatangi atraktor dan meletakkan telurnya. Data sekunder diperoleh dari masyarakat setempat dan instantsi yang terkait.
Analisa data
Analisis data yang akan digunakan adalah analisis deskriptif  dengan pengamatan langsung ke lapangan terhadap keberadaan atraktor cumi-cumi di dalam perairan. Kapan cumi-cumi meletakkan telurnya pertama kali dan pada kedalaman berapa cumi-cumi meletakkan telur pada atraktor?. Pengumpulan data juga berupa foto dan gambar bergerak di dalam laut (video).
                      
4.  HASIL DAN PEMBAHASAN

Parameter Kualitas Perairan

Parameter kualitas perairan untuk perairan tropis suhunya antara  25 – 32 derajat Celsius, Salinitas 30 sampai 34 ppt. Oksigen terlarut 6 sampai 8 ppm dan pH 7-8. Parameter seperti suhu dan salinitas merupakan faktor pembatas di laut (Nybakken 1988). Parameter kualitas perairan yang diukur pada saat penelitian adalah salinitas, suhu permukaan, suhu dasar, arus dasar perairan tempat dimana atraktor diletakkan. Parameter kualitas perairan pada saat itu antara lain :  suhu permukaan rata-rata 29°C,  suhu dasar perairan  rata-rata 28°C sedangkan salinitas 33 - 35 ppm, dengan kecepatan arus pada dasar  perairan antara 0,5 sampai dengan 2 knot. Dasar perairan pasir dengan sedikit berlumpur. Kriteria parameter kualitas perairan bagi cumi-cumi dan Cephalopoda pada umumnya adalah : Oksigen terlarut (DO) >5 ppm, salinitas 25 – 35 ppt, suhu 28°C - 32°C dan pH 7,0 – 8,5 (Nabhibtabhata 1996 dalam Tallo 2006).

Waktu Penempelan Telur Cumi-cumi

 Roper et al. (1984) dalam Tallo (2006), menyatakan bahwa pada umumnya cumi-cumi ditemukan pada daerah pantai dan paparan benua, cumi-cumi melakukan pergerakan secara diurnal, yaitu siang hari akan berkelompok dekat dasar perairan dan akan menyebar pada kolom perairan pada malam hari. Berdasarkan tingkah laku pergerakan ini kemungkinan dapat diketahui waktu penempelan telur   yaitu malam hari atau pada siang hari, akan tetapi data yang dikumpulkan dalam penelitian adalah data mingguan sehingga waktu spesifik peletakan telur cumi-cumi tidak dapat diketahui.  Waktu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah minggu ke berapa cumi-cumi meletakkan telurnya setelah atraktor ditanam untuk pertama kalinya. Menurut Tallo (2006), bahwa penempelan telur pada atraktor dilakukan pada malam hari. 

Minggu
Kedalaman Atraktor (meter)
3
5
7
I
Tidak telur
Tidak telur
Tidak telur
II
Tidak telur
Tidak telur
Tidak telur
III
Tidak telur
Tidak telur
Tidak telur
IV
Tidak telur
Ada telur
Tidak telur
V
Tidak telur
Ada telur
Tidak telur
VI
Tidak telur
Ada telur
Tidak telur
VII
Tidak telur
Ada telur
Tidak telur
VIII
Tidak telur
Ada telur
Ada  telur
IX
Tidak telur
Ada telur
Ada  telur
X
Tidak telur
Ada telur
Ada  telur
XI
Tidak telur
Ada telur
Ada  telur
XII
Tidak telur
Ada telur
Ada  telur
Tabel 1.  Data Pengamatan selama 12 Minggu

Waktu penempelan telur pertama kali pada atraktor terjadi pada minggu yang ke empat atau antara hari ke-22 sampai dengan hari ke-28 pada kedalaman 5 meter di atas permukaan laut.  Jumlah kapsul telur cumi-cumi sebanyak  41 kapsul dan masing-masing kapsul berisi tiga buah individu. Danakusumah et al. (1995) menginformasikan bahwa telur cumi-cumi paling banyak ditempelkan pada kedalaman 5 meter. Pada kedalaman 7 meter, penempelan telur terjadi pertama kalinya pada minggu ke-8 atau antara hari ke-50 sampai dengan hari ke-56 dengan jumlah kapsul telur sebanyak 36 kapsul dan tiap kapsul berisikan 3 sampai 4 individu, sedangkan pada kedalam 3 meter sampai minggu  ke 12 belum ditemukan adanya telur yang menempel pada atraktor, diduga disebabkan oleh penetrasi cahaya matahari pada kedalam 3 meter masih besar sehingga keadaan dasar perairan masih terang, sedangkan pada kedalam 5 meter sudah tersamar dan pada kedalam 7 meter agak gelap. Nabhitaba 1996 dalam Tallo 2006 mengatakan bahwa cumi-cumi cenderung menempelkan telurnya  pada benda berbentuk helaian atau tangkai yang letaknya agak terlindung dan tempat agak gelap. Kemudian dijelaskan pula  bahwa jumlah kapsul telur cumi-cumi bervariasi antara 3 sampai 5 individu dan waktu peletakan telur terjadi pada hari ke 12, 16, dan 20.  Lebih lanjut Segawa 1987 dalam Tallo 2006, melaporkan bahwa telur cumi-cumi tersimpan dalam kapsul dan tiap kapsul dapat mencapai 10 sampai 275 kapsul telur cumi-cumi.
 















       Gambar 6. Sekumpulan Kapsul Cumi-cumi


5.  KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
  1. Atraktor cumi-cumi terbuat dari besi Galvanisir no.12 yang dibentuk seperti kelopak bunga yang sedang mekar  dengan ukuran P.L.T adalah 120 x 120 x 40 cm. Kemudian pada bagian atasnya  ditutup dengan plastik tebal dan di dalam digantungkan  tali-temali sebagai tempat cumi-cumi menempelkan telurnya.
  2. Waktu peletakan telur cumi-cumi di atraktor pada minggu ke 4 dengan kedalaman 5 meter dan minggu ke 8 pada kedalam 7 meter di atas permukaan laut
5.2 Saran
Diperlukan penelitian selanjutnya mengenai jenis substrat tempat penempelan telur yang disukai cumi-cumi, intensitas cahaya yang sesuai, dll diperairan pulau ini.


DAFTAR PUSTAKA


Danakusumah, E. Mansyur dan S. Martinus 1995.  Studi Mengenai Aspek-Aspek Biologi dan Budidaya Cumi-cumi Sepioteuthis lessoniana.
Mulyono, 2008.  Atraktor : sarang nyaman cumi-cumi.  Majalah trobus edisi 2008
Nybakken, J.W., 1992.  Biologi Laut.  Suatu Pendekatan Ekologi.  Ali Bahasa :  H.M. Eidman, dkk., Marine Biology An ecologycal approach.  PT.  Gramedia, Jakarta.
Tallo I, 2006. Perbedaan Jenis dan Kedalaman Pemasangan Atraktor Terhadap Penempelan Telur Cumi-cumi. (Tesis) Sekolah Pasca Sarjana ITB. Bogor
Tulak, D.C, 1999. Pengamatan Substrat Penempelan Telur Cumi-cumi Sirip Besar (Sepioteuthis lessoniana, LESSON) di Habitat Pemijahan Perairan Teluk Banten (Skripsi). Bogor : Fukultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 34 hal.
DKP 2007.  Analisis Data Perikanan dan Kelautan. www.dkp.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar